Pertanyaan yang Terjawab
Hari ini mentari bersinar cerah berhias langit biru nan indah; tepat ulang tahunmu yang kedua puluh tiga. Orang-orang telah ramai di rumahmu. Aku yang sedari tadi berbicara ringan dengan para tamu di depan pintu seketika tertegun menyaksikan kamu keluar kamar didampingi kakak dan adik perempuanmu. Kamu nampak mempesona dalam balutan gaun putih dengan hijab panjang berhias renda keemasan di kedua sisinya. Sungguh hari ini kamu sangat cantik, berbeda dari hari-hari yang pernah kita lewati sebelumnya. Sebaris senyum manis yang merekah diapit lesung pipi menjadikanmu bak bidadari yang baru turun dari negeri kahyangan.
“Sudah siap?” aku menanyakan kesiapanmu sembari tersenyum bahagia. pagi itu.
“InsyaAllah, Mas,” jawabmu lembut sembari sambil menundukan wajah yang bersemu merah.
Aku bahagia sekali pagi ini melihat teduh wajahmu yang tersapu make up tipis. Nampak sederhana namun menawan. Menurutku, tak diperlukan segaris make up pun buat merias wajahmu, karena sinar kecantikan yang terpancar dari dirimu sudah lebih dari cukup untuk membuant orang di sekitarmu terpukau.
Beberapa saat kemudian, aku langsung bergegas masuk kedalam mobil pengantin. Iring-iringan mobil pengantin laki-laki lebih dahulu berangkat menuju tempat acara sakral tersebut.
Lima belas menit adalah waktu yang diperlukan untuk sampai ketempat acara. Masjid kampus UGM, masjid tempat awal kita bertemu dan berjalan bersama selama empat tahun ini akan menjadi saksi sebuah perjanjian sakral yang mampu mengguncang arsy-Nya. Ia juga hal yang sangat dicintai Allah dan didambakan oleh para penanti jodoh
Sudah banyak orang yang berkumpul di dalam masjid. Duduk menanti kehadiran kedua mempelai. Aku langsung bergegas menuju ruang utama dan mengambil duduk di dekat Pak Penghulu sembari ia menanyakan kesiapan ku.
“InsyaAllah Pak.” Ucapku sambil melirik ayahmu yang duduk di depanku sembari ia melemparkan senyumnya dan kubalas dengan senyum penghormatan terhadapnya. Sejenak aku perhatikan beliau, wajahnya terlihat sedih. Berkali-kali orang di sampingnya berusaha menguatkan. Aku mengerti hari ini adalah hari dimana ayahmu akan melepas kepergian anak gadisnya yang telah ia rawat dan ia didik dengan baik sejak kecil. Namun pada akhirnya, ia harus merelakan anak gadisnya itu diambil alih tanggung jawab oleh laki-laki yang sedang duduk di hadapannya.
“Sudah, Mas. Jangan sedih. Ndak ada yang perlu dikhawatirkan. Hasna pasti bahagia bersama dia.” Kata Pakde Anto menguatkan ayahmu sembari melirik ke arahku.
Na, mungkin aku kelak akan ada di posisi Ayahmu. Ketika nanti aku harus melepaskan anak perempuanku untuk melanjutkan hidupnya bersama seorang laki-laki asing yang baru aku kenal.
Beberapa menit kemudian, rombonganmu pun tiba Kamu nampak anggun memasuki masjid kampus UGM, masjid yang dari dulu kamu inginkan jika kelak kamu melangsungkan prosesi akad nikah.
Seketika saat kamu memasuki masjid, aku merasakan waktu seperti berhenti akibat pancaran kecantikanmu. Kamu menunduk malu sebab semua orang memperhatikan kedatanganmu. Lalu kamu mengambil tempat duduk tepat di belakang ayahmu, ditemani kakak dan adik.
Pembawa acara membuka acara akad nikah ini, kemudian dilanjutkan dengan tausiyah pernikahan oleh seorang ustad muda yang juga merupakan kakak tingkat kita di rohis semasa kuliah. Nasehat beliau membuat aku merinding, Na.
“Rasulullah Saw. pernah memberikan ancaman kepada setiap laki-laki yang menikah bukan karena Allah melainkan untuk melampiaskan hasrat seksual. Dia menikah karena ingin bersenang-senang, bukan untuk beribadah. Bukan untuk tujuan menghindarkan maksiat, bukan untuk memperoleh ridha Allah, tetapi karena sesuatu yang lain. Dia ingin buat main-main anak orang, dia ingin menyakiti wanita tersebut. Maka kata Nabi Allah laki-laki mana saja yang menikahi seorang wanita, baik itu dengan mahar yang banyak maupun mahar yang sedikit, dalam dirinya dia tidak ingin membahagiakan wanita itu, dia tidak ingin menunaikan hak-hak wanita itu, laki-laki itu ingin menipu wanita itu. Ancamannya, kalau laki-laki tersebut mati sedangkan ia belum membahagiakan istrinya, maka laki-laki itu berhadapan dengan Allah di hari kiamat layaknya seorang pezina. Oleh karena itu, tugas berat laki-laki memenuhi hak-hak wanita.”
Seketika nasehat pernikahan dari Mas Rian membuat seluruh tubuh ini merinding. Sedari tadi aku memperhatikan seluruh orang di masjid ini. Tampak raut wajah mereka berubah tertunduk, begitupun laki-laki yang berada di sampingku, laki-laki berjas hitam dengan kopiah warna senada yang serasi. Kulirik wajahnya tertekuk dan air mata menetes turun membasahi pipinya setelah mendengarkan nasehat yang amat syahdu itu.
“InsyaAllah, Mas, pernikahan ini diridhai oleh Allah.” Ucapku seraya menepuk-nepuk pundaknya.
Beberapa saat kemudian, acara yang ditunggu-tunggu berlangsung. Ayahmu mengulurkan tangannya yang berbalut kulit berwarna coklat, tangan yang telah bekerja keras demi membahagiakan dan merawatmu selama dua puluh tiga tahun. Sesaat kemudian, tangan yang lain menyambut tangan ayahmu, tangan dari seorang laki-laki yang akan menemani dan menjaga serta membimbingmu ke Surga-Nya.
“Bismillahirahmanirrahim. Ananda Wahyu Dirgantara Putra bin H. Rahmat, saya nikahkan dan kawinkan ananda dengan putri kandung saya Hasna Putri Wulandari dengan maskawin seperangkat alat shalat dan emas seberat delapan gram Dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Putri Wulandari binti H. Muhammad Taufik dengan maskawin seperangkat alat shalat dan emas seberat delapan gram dibayar tunai.” Ucapan sang mempelai pria yang tegas dalam satu tarikan nafas diikuti sorak seluruh saksi pernikahan tersebut,“sah.....!!”
Na, hari ini adalah hari bahagiamu, hari dimana salah satu pertanyaan dalam teka-teki kehidupanmu sudah terjawab. Kuperhatikan wajahmu sesaat setelah prosesi ijab qabul dan pembacaan doa dari seluruh tamu yang hadir di masjid ini. Kau nampak bahagia sekali. Kebahagiaan yang tak pernah aku lihat selama empat tahun kita bersama. Selamat menempuh hidup yang baru, Na. Benar apa yang diucapkan KO Ching Teng dalam film You Are the Apple of My Eye, “Ketika kamu sangat menyukai seorang wanita dan ada seseorang yang mengasihinya dan mencintainya, maka kamu akan benar-benar dari hati yang paling dalam mendoakan dia agar bahagia selamanya.”
Aku hanya bisa berdoa kepada Allah yang Maha Romantis, agar mengumpulkan yang terserak dari kalian berdua serta memberkahi kalian berdua dan menganugerahkan keturunan yang menjadi pembuka pintu rahmat serta kebaikan bagi keluarga kalian.
Dan seperti inilah, Na. Ternyata aku bukanlah pemeran utama yang ada di pernikahanmu, bukan jawaban atas segala doa-doamu yang mengudara selama ini, bukan laki-laki yang menyambut tangan ayahmu saat prosesi ijab qabul tadi. Barangkali memang itulah yang terbaik bagi kita. Meski perih, meski sedih. Sebab apa-apa yang baik bagi kita tak selamanya baik menurut Allah. Begitupun sebaliknya. Ia yang Maha Tahu sedang kita tidak. Maka, teruslah tersenyum, Na. Resapi segala keromantisan-Nya.
***
Tulisan ini ikut arisan godok bulan April. Silakan dibagikan jika menyukai Bagus sebagai pemenang.
Bagus Achmad Wahyudi
Laki-laki yang bercita-cita menjadi seorang pemain bola profesional namun gagal, dan kini menjadi bagian dari peneliti batu (geologis) yang masih amatiran. Hobi menuliskan semua ide tulisan didalam note gadgetnya, dan jatuh cinta sama sastra ketika menginjak usia 20 tahun. Dia terinspirasi dari ucapan seorang ulama besar bernama Imam Al-Ghazali, “Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah!” sebuah kalimat yang membuatnya ingin menjadi penulis yang menebar inspirasi serta kebaikan bagi orang-orang disekitarnya terkhusus bagi pembacanya.












Posting Komentar
Posting Komentar